Pencarian pesawat AirAsia QZ8501 beserta 162 penumpang dan kru telah berlangsung. Banyak pihak terlibat dalam operasi ini, baik dalam maupun luar negeri. Teknologi canggih pun berperan penting dalam pencarian AirAsia dan juga dalam mengidentifikasi para korban, yang sudah ditemukan di laut dalam kondisi meninggal dunia.

Dilansir The Guardian, pencarian yang dilakukan oleh TNI dan Basarnas terhadap bangkai kapal sejatinya tidak membutuhkan teknologi canggih seperti pencarian yang dilakukan terhadap MH370 yang hilang tahun lalu atau jet Air France yang jatuh dua tahun lalu. Pasalnya, pesawat QZ8501 jatuh di laut dangkal.

Menurut pantauan Hans Berekoven, arkeolog yang pernah men-survei wilayah tersebut untuk menemukan potensi minyak di laut Jawa pada 1990an, dasar laut Jawa bersifat rata dan berlumpur dengan kedalaman hanya 197 kaki atau sekitar 60 meter. Hal ini sangat kontras dengan lokasi jatuhnya pesawat MH 370 di laut India. Kedalamannya mencapai 4 mil.

“Tidak akan terlalu sulit untuk menemukannya jika mereka telah menemukan lokasi jatuhnya pesawat tersebut. Airnya pun cukup hangat. Bahkan jika tidak di permukaan tidak ada badai yang terlalu besar maka anda bisa menyelam dengan baik,” ujar Berekoven, seperti dikutip Japan Times.

Sama halnya dengan yang dikatakan Berekoven, Direktur The Center for South Asian and Indian Ocean Studies di Tufts University, Massachusetts, Ayesha Jalal mengatakan jika kedalaman laut Jawa sangat dangkal sehingga tidak sulit untuk menentukan lokasi bangkai pesawat.

Hanya saja, menurut Ayesha, lebarnya mencapai 320.000 kilometer persegi, di batasi oleh pulau Kalimantan di bagian Utara, pulau Jawa di Selatan, pulau Sumatera di Barat dan Sulawesi di sisi bagian timur. Dari sini dibutuhkan banyak personil untuk menyisir laut.

“Saya yakin, tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan masalah ini, tidak seperti jatuhnya MH370. Dasarnya cukup dangkal, mempermudah penyelam untuk menemukan puing-puing lainnya di bawah laut. Ini merupakan misteri tapi misteri yang tidak akan berlangsung lama,” ujar John McGraw, mantan direktur keamanan badan penerbangan federal Amerika.

Teknologi Pelacakan Lokasi


Dalam proses evakuasi, TNI dan Basarnas mengerahkan 30 kapal, termasuk tiga kapal perang dan20 pesawat lain. Beberapa di antaranya adalah helicopter, Orion P3C dan Hercules C-130.

Perburuan terhadap pesawat jenis Airbus A320 yang hilang dalam perjalanan dari Indonesia ke Singapura ini melibatkan peralatan militer tidak hanya milik Indonesia tapi juga Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Australia.



Angkatan Laut Amerika datang dengan menggunakan kapal perang USS Sampson. Kapal tersebut mampu menerjang gelombang laut dengan ketinggian 2 sampai 4 kaki, serta angin dengan kekuatan 15-20 knot di laut yang dangkal.

Di dalamnya juga dilengkapi dengan radar, sonar dan perangkat optik canggih untuk bisa melihat apapun yang melayang di permukaan laut dengan jelas. Untuk menambah kekuatan, di dalamnya terdapat 330 pelaut yang secara bergantian melakukan pemantauan dengan mata telanjang atau dengan binocular.

Sampai saat ini, 22 jenazah korban AirAsia QZ8501 telah ditemukan, hampir setengahnya merupakan hasil temuan USS Sampson.

Sedangkan Indonesia sendiri mengandalkan Baruna Jaya 1 (BJ 1) untuk evakuasi dan pencarian Blackbox pesawat. Kapal ini dibekali empat peralatan teknologi mutakhir seperti Multi Beam Echo Sounder yang berfungsi untuk melakukan pemetaan biometri dalam laut.

Ada pula Side Scan Sonar yang juga berfungsi untuk melakukan pemetaan dengan jangkauan yang lebih tajam. Kapal itu juga dilengkapi Megato Meter atau alat deteksi logam untuk mengindikasi adanya objek di dasar laut, serta ROV (Remote Operated Vehicle) yang berfungsi menampilkan visual real (gambar video) dari dasar laut.

"Keempat alat tersebut akan bekerja secara bergantian." kata Dr. Ridwan Djamaluddin, Deputy Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam.

Kapal survei KN Baruna Jaya 1 milik BPPT

Menurut Supervisor ROV, Abu Bakar Djau, yang mengikuti pencarian bersama Tim ekspedisi BJ 1, ROV merupakan teknologi yang diandalkan di BJ1. Pasalnya, pencarian badan pesawat AirAsia akan lebih cepat dengan menggunakan ROV ketimbang dengan penyelam manusia.

“Alat tersebut menggunakan remote untuk dapat dikendaikan yang tersambung dengan umbilical (kabel). Umbilical ini yang menghubungkan antara ROV dan alat monitor di ruang kontrol," kata Abu.

Dengan kamera warna resolusi tinggi di bagian depan, dan kamera hitam putih dibagian belakang, ROV mampu memberikan pandangan menyeluruh dalam laut.

"ROV yang kami bawa ini berjenis Sub Atlantik JAV, yakni ROV observasi untuk inspeksi di dalam laut. ROV ini sanggup bertahan hingga di kedalaman 2.000 meter,” lanjut Abu.

Pesawat Pelacak

Sementara itu, pesawat P-3C Orion KN-01 milik militer Korea Selatan pun ikut membantu. Pesawat yang dikomandoi Kapten Pilot Song Yong Hoon itu berangkat dengan sepuluh kru dan satu penerbang dari TNI Angkatan Udara yang mendampingi.

Bantuan Korea itu diperlukan khusus untuk melacak posisi badan pesawat AirAsia di dalam laut. Pesawat itu memiliki infrared yang bisa mendeteksi anomali di dasar laut.

P3-C Orion milik Korea Selatan

Selain itu juga ada teknologi satelit penginderaan jauh yang dimiliki Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. Menurut Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, satelit yang dimiliki Lapan memungkinkan untuk menangkap pesawat di sekitar lokasi sebelum kehilangan kontak dengan ATC.

Sayangnya, satelit penginderaan jauh yang digunakan Lapan tidak bisa mendeteksi pesawat AirAsia yang diduga berada di dasar laut. Begitu pula satelit citra radar yang dipinjamkan oleh Eropa kepada Lapan.

"Satelit hanya bisa mendeteksi puing-puing pesawat yang berada di permukaan laut. Begitu juga dengan citra radar yang bisa menembus awan hanya bisa menangkap visual di permukaan saja. Untuk mendeteksi pesawat yang di dasar laut itu hanya bisa menggunakan kapal," papar dia.

Teknologi Identifikasi Korban

Jika Basarnas dan TNI fokus dalam evakuasi, untuk urusan identifikasi korban dipercayakan oleh tim Disaster Victim Identification (DVI).  Mereka beranggotakan 30 ahli dari berbagai bidang ilmu dan profesi.

Di antaranya, ahli patologi (kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit), ahli odontologi (cabang ilmu kedokteran gigi), ahli forensik (ilmu kedokteran, farmasi, kimia, biologi, fisika, dan psikologi), dan lain-lain.

Dokter Patologi Forensik, Evi Untoro, mengatakan setidaknya ada dua data yang akan dibandingkan dalam identifikasi korban, yaitu data antemortem dan postmortem. Antemortem adalah ciri fisik sebelum orang tersebut meninggal, meliputi bentuk gigi, tato di tubuh, atau hal lain yang menonjol sebagai ciri fisik orang tersebut, yang kemudian akan dibandingkan dengan kondisi setelah meninggal.

Menurut Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Polisi dr Budiyono, dalam identifikasi juga terdapat dua proses, yakni primer dan sekunder. Identifikasi primer mencakup pemeriksaan DNA, sidik jari, atau gigi pada jenazah.

Sedangkan identifikasi primer dengan melihat langsung ciri jenazah. Ditambahkan Direktur Eksekutif Tim Disaster Victim Indentification (DVI) Mabes Polri, Kombes Anton Castilani, penentuan identitas korban paling mudah dilakukan dengan menggunakan sidik jari karena alat pendeteksi akan langsung terkoneksi dengan data-data kependudukan yang dimiliki Polri atau pemerintah.

Sedangkan pengungkapan data korban melalui DNA atau kerangka gigi membutuhkan waktu yang cukup lama.




Pemeriksaan DNA membutuhkan darah dari korban. Jika tidak memungkinkan maka bisa diambil dari tulang, kuku dan rambut meski jumlah DNA-nya tidak sebanyak darah.

DNA dapat ditemukan pada inti sel tubuh ataupun pada organ dalam sel yang berperan untuk pernafasan sel-sel tubuh (mitokondria). Untuk penentuan identitas seseorang berdasarkan DNA inti, dibutuhkan sampel dari keluarga kandung terdekat atau orang tua agar lebih akurat.

Jika tidak ada maka bisa menggunakan saudara kandung seibu karena DNA mitokondrial diturunkan secara maternalistik (garis ibu).

Sampai saat ini tim DVI masih melakukan evakuasi dan identifikasi korban. Semoga proses ini akan cepat selesai dan memberikan kejelasan kepada keluarga para korban.

Sumber: vivanews.co.id