Seandainya Audrey Hepburn tidak merasakan penderitaan kekurangan gizi, seandainya dia tidak pulang ke negeri asalnya, seandainya dia tidak ditemukan sutradara Broadway saat di Monaco, kemungkinan dia tidak akan menjadi seorang ikon Hollywood yang tenar sebagai bintang layar perak dan duta kemanusiaan badan organisasi PBB, yakni: UNICEF.

Audrey Hepburn, seorang gadis yang dilahirkan di Brussel, Belgia, tahun 1929. Ibunya asli dari Belanda, sedangkan ayahnya seorang laki-laki berwarga negara Inggris. Semasa kecilnya, Audrey dikirim ibunya ke sekolah berasrama di Kent, Inggris. Audrey menghabiskan masa kecilnya dengan baik meskipun pada awalnya dia agak sulit menyesuaikan diri lantaran tidak mampu berbahasa Inggris. Ketika politik facis menyebar pada beberapa di  Eropa, termasuk Inggris. Beberapa  warga  Inggris, termasuk ayah Audrey juga terlibat.  Perang tidak berapa lama pecah di Eropa setelah Jerman menginvasi  Polandia. Belanda yang pada awalnya menyatakan diri netral, akhirnya juga terseret setelah Jerman juga menginvasi negeri tersebut.



Sebelum pecah perang, ibu Audrey telah menjemput anaknya untuk kembali pulang ke Belanda, guna menghindari resiko bila Jerman menyerang Inggris. Akibat langkah ibunya itu, Audrey harus meninggalkan kegiatannya menari balet, yang menjadi hobi sekaligus cita-citanya. Ternyata keputusan pulang ke Belanda malah menjadi pengalaman kelam bagi Audrey, setelah negeri kecil  itu juga diserbu oleh tentara Nazi. Penderitaan Audrey dan ibunya, semakin parah setelah kota Arnheim gagal dibebaskan oleh tentara Sekutu, yang terkenal dengan nama ‘operation Market Garden’ . Tentara Nazi yang kesal oleh perlawanan sebagian penduduk Arnheim lalu melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap warga kota Arnheim (informasi baru bagi saya bahwa ternyata Belanda juga mengalami penderitaan kemanusiaan saat diduduki Jerman). Kelaparan parah yang dialami penduduk Arnheim dan kota lain di Belanda akibat blockade tentara Nazi, akhirnya dapat diatasi melalui operasi kemanusiaan bantuan makanan yang dilakukan oleh pasukan sekutu melalui ‘dropping’ udara. Operasi tersebut diberi nama: ‘Operation Manna’ dan ‘Operation Chouwhound’, pada bulan April 1945.

Setelah pasukan Sekutu berhasil membebaskan Belanda, Audrey mencoba lagi mengulang kursus tari di Rambira Ballet Scholl, Inggris, dibimbing pelatih Sonia Gaskell. Beberapa lama kemudian Audrey menyadari bahwa kondisi fisiknya ternyata tidak mampu mencapai puncak sebagai peballet prima, akibat factor kekurangan gizi parah saat tinggal di Belanda. Audrey dengan kesadarannya sendiri lalu mengundurkan diri dari aktivitas menari ballet. Perjalanan hidupnya berubah tatkala seorang sutradara theater Broadway menemukannya ketika Audrey sedang berada di Monaco. Setelah melakukan tes terhadap Audrey beserta calon-calon lainnya, sutradara perempuan itu akhirnya menetapkan Audrey Hepburn selaku pemeran utama opera ‘Gigi’ yang akan mulai pentas di Broadway, New York. Seorang sutradara lain juga tertarik mengajak Audrey, yang tampak alami, bermata hitam besar, berdada rata, selaku pemeran utama dalam filmnya yang berjudul: ‘Roman Holiday’.

Masa depan Audrey berubah drastic, setelah penampilan aktingnya yang alami dan spontan, dapat menyedot perhatian  public  Amerika yang saat itu masih didominasi oleh pemeran film perempuan yang tipikal berambut blonde dan berdada besar, seperti Marylin Monroe atau Janemars Filed. Kesuksesan Audrey semakin mencapai puncak setelah filmya yang berjudul: ‘Breakfast in Tiffany’, dengan lawan main actor Goerge Peppard (pemeran serial TV ‘The A Team), berhasil  memukau penonton. Bahkan dirinya berhasil meraih Oscar sebagai pemeran utama terbaik. Namun Audrey juga sempat mendapatkan celaan ketika dia berperan dalam filmnya yang berjudul: ‘My Fair Lady’. Bintang yang dianggap pantas oleh public Amerika untuk menjadi pemeran utama film tersebut, akhirnya menyingkirkan kesempatan bagi Audrey untuk mendapatkan Oscar kedua kalinya. Sosok tersebut dalah: Julie Andrews, pemeran utama dalam film: The Sound of Music’.

Kehidupan pernikahan Audrey Hepburn terbilang harmonis, untuk ukuran Hollywood, meskipun sempat mengalami dua kali perceraian, dengan membawa masing-masing satu anak dari pasangan hidupnya. Bersama kedua suaminya terdahulu Audrey sempat mengarungi rumahtangga selama 13 tahun dan 11 tahun. Setelah perceraiannya yang kedua, Audrey kemudian menikah lagi dengan seorang duda yang menemaninya hingga saat dia meninggal dunia pada tanggal 20 Januari 1993, setelah menderita kanker stadium lanjut.

Audrey Hepburn juga terkenal sebagai seorang duta kemanusiaan UNICEF. Tugas yang diembannya pada tahun 1988, bersamaan waktunya dengan terjadinya tragedy kemanusiaan di Ethiopia, yang mengharuskan dirinya untuk datang dan melihat langsung penderitaan penduduk Ethiopia saat negeri Afrika itu sedang menderita kekeringan terparah sepanjang sejarah. Sepulangnya dari Ethiopia, Audrey di hadapan pers menyampaikan pengalamannya melihat anak-anak bayi yang meninggal akibat mengalami gizi buruk.

“Tidak ada seorang bayipun yang saya lihat. Semua meninggal”.

“Saya melihat mata mereka yang hitam tampak besar, tubuh mereka tergeletak di tanah, atau bersandar di pepohonan dalam keadaan rapuh. Sebagian dari mereka memang tidak bisa kita selamatkan hidupnya, namun masih ada lagi sebagian besar lainnya, yang masih bisa kita selamatkan hidupnya”.

Tugas keduanya adalah meninjau kondisi pengungsi di Somalia, pada tahun 1991. Tragedi kemanusiaan akibat perang saudara yang bahkan hingga kini belum berakhir itu merupakan kunjungan terakhirnya sebagai duta kemanusiaan. Namun dampak dari kunjungannya ke Somalia  adalah berupa kesepakatan pemerintah AS untuk meningkatkan bantuan pangan ke Somalia bernilai puluhan US dollar.

Audrey Hepburn kembali pulang ke rumahnya di Swiss untuk merayakan Natal terakhir kalinya. Beberapa minggu kemudian dia meninggal dunia, dalam umur 63 tahun, ditemani suami ke-3 dan anak-anaknya. Audrey Hepburn telah membalas ‘hutang’ yang diucapakannya sendiri, yakni hendak membalas kebaikan para penolongnya yang telah membantu dirinya dan seluruh warga Arnheim , dengan bantuan makanan, pada saat mereka mengalami penderitaan akibat kelaparan.

Hollywood pernah mengaguminya, sekaligus mencelanya. Namun Audrey juga dikagumi berkat peran kemanusiaan yang dijalaninya. Audrey merasakan sambutan yang lebih hangat saat dirinya dikerumuni oleh anak-anak kulit hitam Afrika dan saat merasakan penderitaan yang dialami para pengungsi yang kelaparan, dibandingkan pada waktu dia berjalan di atas hamparan karpet merah perfilman Hollywood.

8 Maret 2012

Sumber tulisan:

Tayangan BBC Knowledge, dalam rangka  menyambut ‘Hari Perempuan Internasional’ (7 Maret), berjudul:  ‘Extraordinary Woman‘.